Xhavadzo: April 2016

Rabu, 27 April 2016

PEROKOK, ANTARA HAK ASASI DAN TOLERANSI (IDIOT)


Rokok. Barang ini, di satu sisi merugikan kesehatan, tapi disisi lain rokok merupakan penyumbang terbesar keuangan negara. Bahkan fatwa haram rokok banyak ditentang oleh berbagai pihak termasuk juga oleh para ulama yang disegani menjadi perokok berat. (sebagian kiyai memang kecanduan rokok). Saya tidak akan membahasnya dalam ranah halal atau haramnya rokok, karena itu bukan ranah saya. Secara umum, masyarakat tahu bahayanya merokok. Bahkan sebagian perokok juga tahu bahwa merokok itu merusak kesehatan, dan sebagian perokok beranggapan merokok tidak merusak kesehatan.
Umumnya para perokok tidak bisa berhenti dari merokok karena berbagai alasan, mulai merasa pahit jika tidak merokok, tidak pas jika habis makan tidak merokok, sebagai penenang dikala stres, dll. Intinya mereka sangat tergantung dengan rokok, bahkan mereka rela tidak makan dan minum seharian asal merokok. Lebih tepatnya mereka adalah pecandu rokok, atau mungkin lebih kasar lagi “budak rokok”.
Manusia sebagai makhluk sosial, terlahir dalam fitrahnya dengan hak yang ia dapatkan mulai dari hak untuk bernafas, hak makan dan minum, hak memperoleh kasih sayang, hak memperoleh kehidupan yang layak. Kemudian seiring bertambahnya usia bertambah pula hak-hak yang ia dapatkan mulai hak memperoleh pendidikan, hak bersuara dan menyampaikan pendapat, hak berserikat dan berkumpul, dll. Bahkan ketika dia mati pun, jasadnya mendapatkan hak untuk dimakamkan secara layak.
Setiap manusia saling memenuhi haknya masing masing, oleh karena itu agar tidak terjadi benturan antara manusia satu dengan manusia yang lainnya dalam memenuhi haknya, perlu adanya tepo seliro, tenggang rasa, atau lebih tepatnya Toleransi. Tanpa keberadaan hukum tertulispun nilai tenggang rasa ini bisa kita rasakan dari hati nurani kita, kecuali jika hati nurani kita sudah tertutup oleh kebiasaan buruk sehingga tidak peka terhadap kesalahan yang dia lakukan. Sebagaimana kebiasaan perokok, mayoritas mereka tidak peduli dengan kondisi sekitar, mereka adalah manusia yang egois. Bahkan dengan keluarganya atau pada anaknya yang masih balita pun mereka masa bodoh terhadap kesehatan anaknya. Mereka biarkan orang lain terpapar asap rokok sementara mereka sendiri menikmatinya.
Bagi sebagian orang merokok adalah hak, boleh jadi itu benar. Tapi yang pasti itu bukan hak asasi. Hak asasi adalah hak yang dibawa sejak dia lahir, salah satu hak asasi yang dibawa sejak dia lahir adalah hak untuk bernafas, hak untuk menghirup udara segar. Oleh karena itu perokok mestinya menghargai hak non perokok yang terganggu oleh asap rokoknya. Para “budak rokok” mestinya mereka tahu dimana mereka melampiaskan syahwatnya. Racun rokok tidak hanya merusak paru-paru, tapi juga merusak akal sehat perokok sehingga menghilangkan nalar kepedulian sosialnya.
Bukan hanya perokok berpendidikan rendah saja yang tidak memiliki kepedulian, tapi juga perokok yang berpendidikan tinggi pun mereka merokok sembarang tempat, di ruang ber-ac mereka merokok, padahal asap rokok yang bercampur dengan zat pendingin AC (freon) akan menjadikan asap rokok menjadi racun yang lebih mematikan. Dosen dengan percaya diri merokok saat mengajar mahasiswa. Mahasiswanyapun yang merokok jadi lebih kurang ajar. Padahal mereka adalah orang yang secara keilmuan lebih dekat dalam mempelajari HAM dan Tolerasi, juga yang paling getol menyuarakan hak asasi manusia dan toleransi.
tapi, sungguh sangat idiot! bagaimana mungkin sebagian dari mereka yang menyuarakan hak asasi dan toleransi itu adalah seorang perokok sejati. Ya !!! idiot, memperjuangkan hak asasi dan menyuarakan toleransi, tapi mereka sendiri melanggar hak asasi itu sendiri dan tidak memiliki toleransi.
Mungkin kita bisa memahami jika para perokok itu orang-orang yang tidak terdidik yang hanya menyelesaikan pendidikan tingkat rendah. Wajar jika mereka merokok di sembarang tempat, tidak punya etika atau adab yang terbentuk dari jenjang pendidikan menengah ke atas. Mungkin, mereka tidak mengenal istilah hak asasi dan toleransi, karena  nilai tenggang rasa dan toleransi yang diajarkan di sekolah dasar kurang diperhatikan. Namun, sungguh sangat idiot jika para perokok yang berpendidikan menengah hingga atas tidak memiliki toleransi sama sekali. Sungguh sangat tidak waras jika mereka yang berpendidikan S1, S2 atau mungkin S3, atau bahkan seorang profesor sekalipun kalau mereka masih merokok disembarang tempat, dimana nilai toleransi yang dia pelajari dari pendidikan dasar? Dimana tanggung jawab keilmuan yang mereka peroleh hingga saat ini?
Mungkin tulisan ini adalah salah satu tulisan yang melanggar hak asasi para perokok, tapi itu masalah sudut pandang. Seperti halnya menghukum mati pembunuh, mungkin itu melanggar hak hidup seseorang. Namun dengan terbunuhnya satu orang pembunuh, hak hidup puluhan orang mungkin terselamatkan. Maaf jika tulisan ini terlalu kasar, karena memang untuk mengingatkan manusia di bawah standar idiot; seperti kerbau misalnya, dia harus dilecut agar mau membajak.