PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Francis Fukuyama, ahli sejarah Amerika keturunan
Jepang yang menulis buku berjudul “The End of History and the Last Man” (1992)
mengatakan bahwa akhir evolusi perkembangan politik adalah demokrasi-liberal
dan akhir evolusi perkembangan ekonomi adalah kapitalisme.
Samuel Huntington, dengan bukunya “The Clash of
Civilization” (1993) melihat arah yang berbeda. Huntington justru melihat
timbulnya benturan antar-peradaban. Yaitu antara delapan peradaban besar, di
antaranya yang terpenting adalah Barat (Yahudi-Kristen-Yunani Kuno), Islam dan
Konfusianisme yang mendominasi peradaban China-Jepang. Dan hingga kini, baik tesis Fukuyama maupun Huntington masih menjadi
kontroversi. Sementara Ideologi Pancasila saat ini ada di
tengah-tengah benturan berbagai peradaban dengan berbagai ideologi
masing-masing yang saling berbenturan pula. Kemudian, bagaimana dengan Ideologi
Pancasila itu sendiri saat ini?.
Presiden RI ketiga Bacharuddin Jusuf Habibie melihat,
sejak 1998 muncul pertanyaan “di manakah
Pancasila?”. Sebab, Pancasila seolah-olah
tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk
disertakan dalam dialektika reformasi. Ia mengatakan, Pancasila seolah hilang
dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan
dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun
kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di
tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan
demokrasi dan kebebasan berpolitik.
Dahulu, Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang
fondasi dasar Indonesia merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila
sebagai Ideologi, sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau
sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.
Selama 66 tahun perjalanan bangsa, Pancasila mengalami
berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak zaman demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai.
Di setiap zaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang
menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus
berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.
PEMBAHASAN
Pengertian
Ideologi
Ideologi
adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi
sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada
akhir abad ke-18 M untuk mendefinisikan "sain tentang ide". Ideologi
dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara
memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschaung), secara
umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah
filosofis
(lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas
yang dominan
pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah
untuk
menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah
sistem
pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan
pada
masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara
implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun
tidak
diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi
Marxisme). Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi
lain tentang ideologi:
- Gunawan Setiardjo : Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
- Descartes: Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. 5 mei 2004
- Machiavelli: Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. 1 agustus 2006
- Thomas H: Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23 oktober 2004
- Francis Bacon: Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. 5 januari 2007
- Karl Marx: Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. 1 mei 2005
- Napoleon: Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya. 22 desember 2003
- Muhammad Ismail: Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya? 24 april 2007
- Dr. Hafidh Shaleh: Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008
- Taqiyuddin An-Nabhani: Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005
Jadi, pengertian
ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan
yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideologi adalah pedoman yang
dipakai oleh suatu kelompok sebagai dasar cita-cita, nilai dasar dan keyakinan
yang dijunjung tinggi.
Relevensi
Ideologi Pancasila
Apakah “ideologi” semacam Pancasila masih relevan
dalam masa globalisasi dan demokratisasi yang nyaris tanpa batas dewasa ini. Pertanyaan
tentang relevansi ideologi umumnya dalam dunia yang berubah cepat sebenarnya
tidak terlalu baru. Sejak akhir 1960, mulai muncul kalangan yang mulai
mempertanyakan relevansi ideologi baik dalam konteks negara-bangsa tertentu
maupun dalam tataran internasional. Pemikir seperti Daniel Bell pada akhir 1060-an
telah berbicara tentang “the end of ideology. Tentang perang dingin yang
terus meningkat antara Blok Barat dengan ideologi kapitalisme-liberalisme
melawan Blok Timur dengan ideologi sosialisme-komunisme, perang ideologi dalam
kancah politik, ekonomi dan lain-lain. Menunjukkan bahwa, Blok Barat lebih
mendominasi di sebagian besar negara-negara dunia.
Gelombang demokrasi (democratic wave) yang
berlangsung sejak akhir 1980an, yang mengakibatkan runtuhnya rejim-rejim
sosialis-komunis di Uni Soviet dan Eropa Timur, kembali membuat ideologi
seolah-olah tidak relevan. Bahkan pemikir seperti Francis Fukuyama memandang
perkembangan seperti itu sebagai “the end of history, masa “akhir
sejarah di mana ideologi yang relevan adalah demokrasi Barat.
Gelombang demokratisasi yang terjadi berbarengan
dengan meningkatnya globalisasi seakan-akan membuat ideologi semakin tidak
relevan dalam dunia yang kian tanpa batas. Tetapi, seperti sudah banyak
diketahui, globalisasi mengandung banyak ironi dan kontradiksi. Pada satu
pihak, globalisasi mengakibatkan kebangkrutan banyak ideologi—baik universal
maupun lokal—tetapi pada pihak lain, nasionalisme lokal, bahkan dalam bentuknya
yang paling kasar, semacam ethno-nationalism[1]
dan bahkan tribalism[2]
justru menunjukkan gejala peningkatan. Gejala terakhir ini sering disebut
sebagai penyebab Balkanisasi, yang terus mengancam integrasi negara-bangsa yang
majemuk dari sudut etnis, sosio-kultural, dan agama seperti Indonesia.
Gelombang demokratisasi yang juga melanda Indonesia
berikut dengan krisis moneter, ekonomi dan politik sejak akhir 1997, juga
membuat Pancasila sebagai basis ideologis, common platform dan identitas
nasional bagi negara-bangsa Indonesia yang plural seolah semakin kehilangan
relevansinya. Terdapat setidaknya lima faktor yang membuat Pancasila semakin
sulit dan marjinal dalam semua perkembangan yang terjadi.
Pertama,
Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rejim Soeharto yang menjadikan
Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status-quo kekuasaannya.
Rejim Soeharto juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang selanjutnya
diindoktrinasikan secara paksa melalui Penataran P4.
Kedua,
liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan oleh Presiden BJ Habibie
tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi. Penghapusan ini
memberikan peluang bagi adopsi asas-asas ideologi lain, khususnya yang
berbasiskan agama. Pancasila jadinya cenderung tidak lagi menjadi common
platform dalam kehidupan politik.
Ketiga,
desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong
penguatan
sentimen kedaerahan, yang jika tidak diantisasipasi, bisa menumbuhkan
sentimen kedaerahan yang dapat tumpang tindih dengan nasionalisme.
Dalam proses ini, ada
indikasi bahwa Pancasila kian kehilangan posisi sentralnya.
Keempat,
disebabkan
euforia kebebasan yang hampir kebablasan; lenyapnya kesabaran sosial (social
temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga
mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki; merosotnya
penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial;
semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya;
pecahnya konflik dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa etnis
dan agama seperti terjadi di berbagai wilayah tertentu Kalimantan, Maluku dan
Sulawesi.
Kelima, fundamentalisme
kapitalis global terus menghantui perekonomian masyarakat Indonesia, pemerintah
telah dibuat bertekuk lutut atas sabda kapitalisme ini. Awal dari merasuknya
nilai-nilai kapitalisme global dan berujung pada globalisasi kemiskinan. Dari
globalisasi kemiskinan itu akhirnya banyak golongan yang kemudian membalik
fundamentalisme ini menjadi fundamentalis agama yang diusung bersama
nilai-nilai kekerasan, kembali mempersoalkan asas pancasila, syariat, hubungan
agama dan negara yang ideal, dan mungkin piagam Jakarta yang telah selesai
masalahnya pada abad IX dulu. Bukankah itu adalah bentuk-bentuk baru yang
banyak mengancam eksistensi pancasila ?
Pelanggaran
Terhadap Ideologi Pancasila
Hari ini kita melihat
bagaimana Pancasila usai reformasi seakan telah dikuliti kesaktiannya.
Reformasi yang membawa angin demokrasi yang diharapkan akan membawa perubahan
ke arah yang lebih baik justru memberikan liberalisasi yang tidak terkontrol di
semua aspek kehidupan. Pancasila-pun di
kritisi bahkan tak jarang dihinakan, dan banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran
terhadap nilai-nilai pancasila. Jangankan masyarakat, para pemimpin negeri ini
pun juga telah melakukan pelanggaran terhadap sila-sila dari Pancasila itu
sendiri.
Presiden Soekarno, melanggar Sila 1; Ketuhanan
Yang Maha Esa, karena membiarkan adanya faham Komunisme yang identik tak
mempercayai adanya Tuhan (atheis). Padahal dialah sang arsitek pancasila.
Presiden Soeharto, melanggar Sila 2; Kemanusiaan
yang adil dan beradab. Pada masa pemerintahan Soeharto, terdapat Petrus, atau
penembak misterius, yang melenyapkan siapa saja yang dianggap membahayakan
ketertiban masyarakat, juga ada Kopkamtib yang tugasnya kurang lebih sama
dengan Petrus untuk menghilangkan siapa saja yang dianggap dapat membahayakan
eksistensi pemerintahan yang sedang berkuasa.
BJ. Habibie, dianggap melanggar Sila 3;
Persatuan Indonesia. Karena pada masa inilah Timor Timur (Timor Leste) yang
telah susah payah diperjuangkan masuk kedalam NKRI, lepas dan merdeka melalui
sandiwara referendum. Dimana slogan “NKRI harga mati !!!”
Abdurrahman Wakhid atau Gus Dur, melanggar Sila 4; Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Gus Dur melecehkan keberadaan Wakil Rakyat dengan mengatakannya seperti para
murid Sekolah Taman Kanak-kanak (TK). DPR hampir di bubarkan.
Megawati Soekarnoputri, melanggar Sila 5; Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden ini pada masanya beberapa kali
menaikkan harga BBM, cukup meresahkan dan menyengsarakan rakyat, serta menjual
beberapa aset negara ke negara tetangga Singapura. Jika dia mengaku orang
nasionalis, nasionalisme macam mana yang dia pegang?
Presiden SBY, melanggar Sila 5;
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SBY menerapkan pasar bebas.
Sebab sistem ekonomi konsitusi yang dilandasi Pancasila berbeda sama sekali
dengan pasar bebas. Dalam sistem ekonomi konstitusi, tidak semua komoditas bisa
dipasarkan dan pelaku ekonomi bukan hanya korporasi. Sementara dalam sistem
pasar bebas, semua komoditas bisa dipasarkan dan pelaku ekonomi hanya
korporasi. Jadi sistem ekonomi SBY berbeda dengan sistem ekonomi Pancasila.
Dari pelanggaran para Pemimpin Negeri terhadap pengamalan Pancasila ini, Ada kecenderungan untuk
tidak menganggap Pancasila sebagai hal yang penting untuk dipahami dan
diaplikasikan. Bahkan sangat mungkin terjadi bahwa
semuanya itu hanya dipakai sebagai tirai asap untuk menutup-nutupi kegagalan
negara dalam melaksanakan Pancasila itu sendiri. Masih kita temukan pada sebagian anak bangsa yang mencari jati diri lain,
yang konon tidak sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Orang
semakin jarang menyuarakan makna Pancasila dan bahkan terkesan alergi. Lembaga
pendidikan formalpun tidak lagi mengajarkan materi Pancasila sebagai salah satu
bagian pembangunan karakter bangsa dalam kurikulum pendidikan.
Pancasila juga dianggap sudah
tidak ampuh lagi sebagai perekat bangsa, karena disana-sini timbul berbagai
konflik, benturan dan disharmoni sosial. Semangat toleransi dalam kehidupan
masyarakat terus mengendor. Hal ini diperparah dengan makin banyak sosok
teladan yang buruk, dan minimnya sosok pemimpin yang memberikan teladan sehingga patut diteladani.
Demokrasi
Pancasila ( Pancasila dalam Demokrasi)
Secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara,
tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika
saat ini. Pancasila sebagai ideologi Negara belakangan ini
menghadapi ancaman yang serius terkait adanya upaya mengganti ideologi Negara
dengan ideologi lain, seperti fenomena munculnya gagasan pendirian negara Islam
dengan memberlakukan Syariat Islam dan bangkitnya kembali ideologi komunis di
Indonesia.
Pada masa pemerintahan Orde Lama maupun
Orde Baru, terdapat beberapa hal yang “diharamkan” untuk dikritik, yaitu: Tidak
boleh mengkritik Pancasila dan UUD 45, tidak boleh mengkritik kebijaksanaan
pemerintah, tidak boleh mengkritik dwi fungsi ABRI, dan tidak boleh
mengungkapkan kesalahan pegawai pemerintah. Siapa pun yang melanggar
rambu-rambu ini, pelakunya akan berhadapan dengan alat negara dan dituduh
melanggar undang-undang anti subversi. Namun sekarang setelah Reformasi
yang membawa arah Demokrasi baru yang
menjunjung tinggi HAM, semua orang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat
dan memperjuangkan idenya. Semua orang punya hak untuk
mengkritisi atau dikritisi, bukan hanya rakyat, pejabat negara tetapi
Presiden-pun boleh dikritik. Bahkan Ideologi Pancasila juga dikritik, walaupun ada juga sebagian orang yang mengatakan bahwa kebebasan seperti ini
telah melanggar konstitusi.
Konsekuensinya ketika
Pancasila masuk dalam arena Demokrasi Liberal. Ia tak akan luput dari kritik
yang akan melemahkan pancasila itu sendiri. Negara
menjadi arena pertarungan terbuka antara ideologi dari berbagai pemikiran. Baik
ide yang masih tetap mempertahankan Ideologi Pancasila, ide mendirikan Negara
Islam, ide mendirikan Negara Komunis, ataupun ide-ide lain yang ada dalam
kemajemukan bangsa ini.
Pancasila
Adalah Sebuah Fase Ideologi
Menurut pemakalah, sebagian Bangsa[3] Indonesia
saat ini berkeyakinan bahwa ideologi
Pancasila adalah final dan telah mendapatkan kesepakatan seluruh pendiri negara[4]. Tetapi, seiring berjalannya waktu dan seiring perkembangan globalisasi,
Pancasila sebagai ideologi negara seolah
terlupakan dan dilupakan. Nilai-nilai Pancasila, cenderung mulai luntur dan
tergerus oleh perkembangan jaman. Sejumlah kalangan bahkan mulai
mengkhawatirkan dan prihatin terhadap kecenderungan nilai-nilai Pancasila yang
tidak lagi menjadi pedoman dalam berbagai kebijakan publik untuk meraih
cita-cita bangsa.
Jika kita membaca sejarah bangsa di negeri ini jauh
sebelum nama "Indonesia" ada, ketika tanah ini belum bernama. berawal
dari kehidupan animisme dinamisme, hari ini kita akan mengatakan bahwa ideologi
pada waktu itu adalah ideologi anismisme dinamisme. Lalu lambat laun beralih dengan
ideologi yang berorientasi pada ajaran Hindu Budha lalu masa kesultanan Islam
dengan ideologi yang berdasar pada akidah agama Islam. kemudian masa
penjajahan dengan ideologi kolonialismenya. dan terakhir ketika negeri ini
sudah bernama Indonesia dengan ideologi Pancasila.
Sebagian besar masyarakat yang
hidup dalam setiap fase ideologi selalu menganggap bahwa apa yang ia yakini
adalah yang paling benar, dan berusaha mempertahankannya jangan sampai hilang
atau tergantikan. Namun, benturan ideologi adalah suatu hal yang pasti terjadi, dan proses metamorfosis ideologi inipun pasti di lewati dengan perang pemikiran bahkan perang fisik.
Jadi, menurunnya pengamalan
nilai-nilai Pancasila ini bisa jadi adalah sebuah fase peralihan ideologi.
Bertahan tidaknya Ideologi pancasila di negeri ini tergantung seberapa besar
para Pancasilais mampu mempertahankan ideologinya. Tidak ada yang mampu
menjamin bahwa sebuah ideologi akan bertahan Abadi. Pertarungan Ideologi adalah
suatu hal yang pasti, seperti halnya hukum alam "siapa yang kuat dialah
yang menang".
KESIMPULAN
Dalam kehidupan global seperti sekarang
ini, di mana banyak terjadi benturan-benturan ideologi dan budaya, banyak
negara dan bangsa-bangsa yang saling mempengaruhi. Perang Ideologi tersebut
akan sangat terasa karena memang dunia juga sedang mengalami hal yang sama,
perang yang berlatar belakang Ideologi dimainkan
AS, China, Rusia, Uni Eropa dan Islam bertarung di segala lini dan memperluas pengaruhnya
ke semua negeri termasuk Indonesia dengan Ideologi Pancasila. Dan tentu saja
mereka juga akan ikut memainkan perang tersebut sesuai dengan kepentingnya,
baik kepentingan kelompoknya atau kepentingan nasionalnya. kita bisa
merasakanya bagaimana konflik-konflik antar bangsa saat ini di belahan dunia
sangat di tentukan oleh pertarungan kepentingan negara-negara besar tersebut
dengan ideologinya. Ideologi apapun akan
bertarung di Republik ini tentunya dengan berbagai latar belakang dan tujuan, Ideologi
Pancasila tak akan luput dari serangan-serangan ini, jika kalah boleh jadi di
masa yang akan datang Pancasila hanya tinggal sejarah. Seperti
ideologi-ideologi yang telah lampau di tanah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sutrisno Slamet, 2006, Filsafat Dan Ideologi Pancasila, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Metro TVNews.com, http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/01/53347/ Habibie-Pancasila-Tenggelam-dalam-Pusaran-Sejarah-Masa-Lalu/1
Azra Azumardi. Eksistensi Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Bangsa di Tengah Pergeseran Peradaban Dunia, Lemhanas, 13 Nopember 2007.
Metro TVNews.com, http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/01/53347/ Habibie-Pancasila-Tenggelam-dalam-Pusaran-Sejarah-Masa-Lalu/1
Azra Azumardi. Eksistensi Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Bangsa di Tengah Pergeseran Peradaban Dunia, Lemhanas, 13 Nopember 2007.
[1] Ethno-nationalism adalah
bentuk nasionalisme yang berbasis identitas-identitas primordial, seperti
etnis, suku, dan ras. Dalam pengertian yang lebih luas, ethno-nationalism
didefinisikan sebagai doktrin yang melekat pada suatu kelompok masyarakat yang
merasa memiliki perbedaan budaya, sejarah, maupun prinsip-prinsip hidup
tersendiri sehingga mereka merasa perlu memiliki sebuah pemerintahan sendiri.
Ethno-nationalism dapat pula dibaca sebagai bentuk hilangnya loyalitas dari
suatu kelompok masyarakat tertentu terhadap sebuah ikatan yang lebih besar,
yakni Bangsa dan Negara
[2] Tribalism adalah paham
tentang cara berpikir atau berperilaku
di mana orang lebih setia kepada suku mereka daripada negara mereka, atau kelompok sosial lainnya. Tribalisme menyimpulkan
kepemilikan identitas budaya atau etnis yang
kuat yang memisahkan satu anggota
grup dari anggota kelompok lain.
[3] Ernest
(1822-1892) Bangsa adalah sekelompok manusia yang punya kehendak untuk bersatu
karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama pada masa lampau dan mereka
mempunyai cita-cita yang sama tentang masa depannya.
[4] Soepomo (1945) Negara adalah suatu susunan
masyarakat yang intergral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya
berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang
organistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar