Xhavadzo: PANCASILA DALAM METAMORFOSIS IDEOLOGI BANGSA

Rabu, 19 Desember 2012

PANCASILA DALAM METAMORFOSIS IDEOLOGI BANGSA

PENDAHULUAN



LATAR BELAKANG MASALAH 

Francis Fukuyama, ahli sejarah Amerika keturunan Jepang yang menulis buku berjudul “The End of History and the Last Man” (1992) mengatakan bahwa akhir evolusi perkembangan politik adalah demokrasi-liberal dan akhir evolusi perkembangan ekonomi adalah kapitalisme.

Samuel Huntington, dengan bukunya “The Clash of Civilization” (1993) melihat arah yang berbeda. Huntington justru melihat timbulnya benturan antar-peradaban. Yaitu antara delapan peradaban besar, di antaranya yang terpenting adalah Barat (Yahudi-Kristen-Yunani Kuno), Islam dan Konfusianisme yang mendominasi peradaban China-Jepang. Dan hingga kini, baik tesis Fukuyama maupun Huntington masih menjadi kontroversi. Sementara Ideologi Pancasila saat ini ada di tengah-tengah benturan berbagai peradaban dengan berbagai ideologi masing-masing yang saling berbenturan pula. Kemudian, bagaimana dengan Ideologi Pancasila itu sendiri saat ini?.

Presiden RI ketiga Bacharuddin Jusuf Habibie melihat, sejak 1998 muncul pertanyaan di manakah Pancasila?”. Sebab, Pancasila seolah-olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Ia mengatakan, Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

Dahulu, Bung Karno menyampaikan pandangannya tentang fondasi dasar Indonesia merdeka yang beliau sebut dengan istilah Pancasila sebagai Ideologi, sebagai philosofische grondslag (dasar filosofis) atau sebagai weltanschauung (pandangan hidup) bagi Indonesia Merdeka.

Selama 66 tahun perjalanan bangsa, Pancasila mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak zaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi multipartai. Di setiap zaman, Pancasila harus melewati alur dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah. 




PEMBAHASAN


Pengertian Ideologi 
 Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy pada akhir abad ke-18 M untuk mendefinisikan "sain tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu (bandingkan Weltanschaung), secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit.(definisi ideologi Marxisme). Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:

  • Gunawan Setiardjo : Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
  • Descartes: Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. 5 mei 2004
  • Machiavelli: Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. 1 agustus 2006
  • Thomas H: Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. 23 oktober 2004
  • Francis Bacon: Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. 5 januari 2007
  • Karl Marx: Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. 1 mei 2005
  • Napoleon: Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya. 22 desember 2003
  • Muhammad Ismail: Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya? 24 april 2007
  • Dr. Hafidh Shaleh: Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia. 12 november 2008
  • Taqiyuddin An-Nabhani: Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah. 17 juli 2005 
Jadi, pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideologi adalah pedoman yang dipakai oleh suatu kelompok sebagai dasar cita-cita, nilai dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.
 Relevensi Ideologi Pancasila 
Apakah “ideologi” semacam Pancasila masih relevan dalam masa globalisasi dan demokratisasi yang nyaris tanpa batas dewasa ini. Pertanyaan tentang relevansi ideologi umumnya dalam dunia yang berubah cepat sebenarnya tidak terlalu baru. Sejak akhir 1960, mulai muncul kalangan yang mulai mempertanyakan relevansi ideologi baik dalam konteks negara-bangsa tertentu maupun dalam tataran internasional. Pemikir seperti Daniel Bell pada akhir 1060-an telah berbicara tentang “the end of ideology. Tentang perang dingin yang terus meningkat antara Blok Barat dengan ideologi kapitalisme-liberalisme melawan Blok Timur dengan ideologi sosialisme-komunisme, perang ideologi dalam kancah politik, ekonomi dan lain-lain. Menunjukkan bahwa, Blok Barat lebih mendominasi di sebagian besar negara-negara dunia.

Gelombang demokrasi (democratic wave) yang berlangsung sejak akhir 1980an, yang mengakibatkan runtuhnya rejim-rejim sosialis-komunis di Uni Soviet dan Eropa Timur, kembali membuat ideologi seolah-olah tidak relevan. Bahkan pemikir seperti Francis Fukuyama memandang perkembangan seperti itu sebagai “the end of history, masa “akhir sejarah di mana ideologi yang relevan adalah demokrasi Barat.

Gelombang demokratisasi yang terjadi berbarengan dengan meningkatnya globalisasi seakan-akan membuat ideologi semakin tidak relevan dalam dunia yang kian tanpa batas. Tetapi, seperti sudah banyak diketahui, globalisasi mengandung banyak ironi dan kontradiksi. Pada satu pihak, globalisasi mengakibatkan kebangkrutan banyak ideologi—baik universal maupun lokal—tetapi pada pihak lain, nasionalisme lokal, bahkan dalam bentuknya yang paling kasar, semacam ethno-nationalism[1] dan bahkan tribalism[2] justru menunjukkan gejala peningkatan. Gejala terakhir ini sering disebut sebagai penyebab Balkanisasi, yang terus mengancam integrasi negara-bangsa yang majemuk dari sudut etnis, sosio-kultural, dan agama seperti Indonesia.

Gelombang demokratisasi yang juga melanda Indonesia berikut dengan krisis moneter, ekonomi dan politik sejak akhir 1997, juga membuat Pancasila sebagai basis ideologis, common platform dan identitas nasional bagi negara-bangsa Indonesia yang plural seolah semakin kehilangan relevansinya. Terdapat setidaknya lima faktor yang membuat Pancasila semakin sulit dan marjinal dalam semua perkembangan yang terjadi.

Pertama, Pancasila terlanjur tercemar karena kebijakan rejim Soeharto yang menjadikan Pancasila sebagai alat politik untuk mempertahankan status-quo kekuasaannya. Rejim Soeharto juga mendominasi pemaknaan Pancasila yang selanjutnya diindoktrinasikan secara paksa melalui Penataran P4.

Kedua, liberalisasi politik dengan penghapusan ketentuan oleh Presiden BJ Habibie tentang Pancasila sebagai satu-satunya asas setiap organisasi. Penghapusan ini memberikan peluang bagi adopsi asas-asas ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama. Pancasila jadinya cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.

Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, yang jika tidak diantisasipasi, bisa menumbuhkan sentimen kedaerahan  yang dapat tumpang tindih dengan nasionalisme. Dalam proses ini, ada indikasi bahwa Pancasila kian kehilangan posisi sentralnya.

Keempat, disebabkan euforia kebebasan yang hampir kebablasan; lenyapnya kesabaran sosial (social temper) dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah mengamuk dan melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarki; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial; semakin meluasnya penyebaran narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya; pecahnya konflik dan kekerasan yang bersumber atau sedikitnya bernuansa etnis dan agama seperti terjadi di berbagai wilayah tertentu Kalimantan, Maluku dan Sulawesi.

Kelima, fundamentalisme kapitalis global terus menghantui perekonomian masyarakat Indonesia, pemerintah telah dibuat bertekuk lutut atas sabda kapitalisme ini. Awal dari merasuknya nilai-nilai kapitalisme global dan berujung pada globalisasi kemiskinan. Dari globalisasi kemiskinan itu akhirnya banyak golongan yang kemudian membalik fundamentalisme ini menjadi fundamentalis agama yang diusung bersama nilai-nilai kekerasan, kembali mempersoalkan asas pancasila, syariat, hubungan agama dan negara yang ideal, dan mungkin piagam Jakarta yang telah selesai masalahnya pada abad IX dulu. Bukankah itu adalah bentuk-bentuk baru yang banyak mengancam eksistensi pancasila ? 

Pelanggaran Terhadap Ideologi Pancasila 
 Hari ini kita melihat bagaimana Pancasila usai reformasi seakan telah dikuliti kesaktiannya. Reformasi yang membawa angin demokrasi yang diharapkan akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik justru memberikan liberalisasi yang tidak terkontrol di semua aspek kehidupan. Pancasila-pun di kritisi bahkan tak jarang dihinakan, dan banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai pancasila. Jangankan masyarakat, para pemimpin negeri ini pun juga telah melakukan pelanggaran terhadap sila-sila dari Pancasila itu sendiri. 

Presiden Soekarno, melanggar Sila 1; Ketuhanan Yang Maha Esa, karena membiarkan adanya faham Komunisme yang identik tak mempercayai adanya Tuhan (atheis). Padahal dialah sang arsitek pancasila.

Presiden Soeharto, melanggar Sila 2; Kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada masa pemerintahan Soeharto, terdapat Petrus, atau penembak misterius, yang melenyapkan siapa saja yang dianggap membahayakan ketertiban masyarakat, juga ada Kopkamtib yang tugasnya kurang lebih sama dengan Petrus untuk menghilangkan siapa saja yang dianggap dapat membahayakan eksistensi pemerintahan yang sedang berkuasa.  

BJ. Habibie, dianggap melanggar Sila 3; Persatuan Indonesia. Karena pada masa inilah Timor Timur (Timor Leste) yang telah susah payah diperjuangkan masuk kedalam NKRI, lepas dan merdeka melalui sandiwara referendum. Dimana slogan “NKRI harga mati !!!” 

Abdurrahman Wakhid atau Gus Dur, melanggar Sila 4; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Gus Dur melecehkan keberadaan Wakil Rakyat dengan mengatakannya seperti para murid Sekolah Taman Kanak-kanak (TK). DPR hampir di bubarkan. 

Megawati Soekarnoputri, melanggar Sila 5; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden ini pada masanya beberapa kali menaikkan harga BBM, cukup meresahkan dan menyengsarakan rakyat, serta menjual beberapa aset negara ke negara tetangga Singapura. Jika dia mengaku orang nasionalis, nasionalisme macam mana yang dia pegang? 

Presiden SBY,  melanggar Sila 5; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. SBY menerapkan pasar bebas. Sebab sistem ekonomi konsitusi yang dilandasi Pancasila berbeda sama sekali dengan pasar bebas. Dalam sistem ekonomi konstitusi, tidak semua komoditas bisa dipasarkan dan pelaku ekonomi bukan hanya korporasi. Sementara dalam sistem pasar bebas, semua komoditas bisa dipasarkan dan pelaku ekonomi hanya korporasi. Jadi sistem ekonomi SBY berbeda dengan sistem ekonomi Pancasila.

Dari pelanggaran para Pemimpin Negeri terhadap pengamalan Pancasila ini, Ada kecenderungan untuk tidak menganggap Pancasila sebagai hal yang penting untuk dipahami dan diaplikasikan. Bahkan sangat mungkin terjadi bahwa semuanya itu hanya dipakai sebagai tirai asap untuk menutup-nutupi kegagalan negara dalam melaksa­na­kan Pancasila itu sendiri. Masih kita temukan pada sebagian anak bangsa yang mencari jati diri lain, yang konon tidak sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Orang semakin jarang menyuarakan makna Pancasila dan bahkan terkesan alergi. Lembaga pendidikan formalpun tidak lagi mengajarkan materi Pancasila sebagai salah satu bagian pembangunan karakter bangsa dalam kurikulum pendidikan.

Pancasila juga dianggap sudah tidak ampuh lagi sebagai perekat bangsa, karena disana-sini timbul berbagai konflik, benturan dan disharmoni sosial. Semangat toleransi dalam kehidupan masyarakat terus mengendor. Hal ini diperparah dengan makin banyak sosok teladan yang buruk, dan minimnya sosok pemimpin yang memberikan teladan sehingga patut diteladani.  

Demokrasi Pancasila ( Pancasila dalam Demokrasi) 
Secara formal Pancasila diakui sebagai dasar negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat ini. Pancasila sebagai ideologi Negara belakangan ini menghadapi ancaman yang serius terkait adanya upaya mengganti ideologi Negara dengan ideologi lain, seperti fenomena munculnya gagasan pendirian negara Islam dengan memberlakukan Syariat Islam dan bangkitnya kembali ideologi komunis di Indonesia.

Pada masa pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru, terdapat beberapa hal yang “diharamkan” untuk dikritik, yaitu: Tidak boleh mengkritik Pancasila dan UUD 45, tidak boleh mengkritik kebijaksanaan pemerintah, tidak boleh mengkritik dwi fungsi ABRI, dan tidak boleh mengungkapkan kesalahan pegawai pemerintah. Siapa pun yang melanggar rambu-rambu ini, pelakunya akan berhadapan dengan alat negara dan dituduh melanggar undang-undang anti subversi. Namun sekarang setelah Reformasi yang membawa arah Demokrasi baru yang menjunjung tinggi HAM, semua orang mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat dan memperjuangkan idenya. Semua orang punya hak untuk mengkritisi atau dikritisi, bukan hanya rakyat, pejabat negara tetapi Presiden-pun boleh dikritik. Bahkan Ideologi Pancasila juga dikritik, walaupun ada juga sebagian orang yang mengatakan bahwa kebebasan seperti ini telah melanggar konstitusi.
Konsekuensinya ketika Pancasila masuk dalam arena Demokrasi Liberal. Ia tak akan luput dari kritik yang akan melemahkan pancasila itu sendiri. Negara menjadi arena pertarungan terbuka antara ideologi dari berbagai pemikiran. Baik ide yang masih tetap mempertahankan Ideologi Pancasila, ide mendirikan Negara Islam, ide mendirikan Negara Komunis, ataupun ide-ide lain yang ada dalam kemajemukan bangsa ini. 

Pancasila Adalah Sebuah Fase Ideologi
Menurut pemakalah, sebagian Bangsa[3] Indonesia saat ini berkeyakinan bahwa ideologi Pancasila adalah final dan telah mendapatkan kesepakatan seluruh pendiri negara[4]. Tetapi, seiring berjalannya waktu dan seiring perkembangan globalisasi, Pancasila sebagai ideologi negara seolah terlupakan dan dilupakan. Nilai-nilai Pancasila, cenderung mulai luntur dan tergerus oleh perkembangan jaman. Sejumlah kalangan bahkan mulai mengkhawatirkan dan prihatin terhadap kecenderungan nilai-nilai Pancasila yang tidak lagi menjadi pedoman dalam berbagai kebijakan publik untuk meraih cita-cita bangsa.

Jika kita membaca sejarah bangsa di negeri ini jauh sebelum nama "Indonesia" ada, ketika tanah ini belum bernama. berawal dari kehidupan animisme dinamisme, hari ini kita akan mengatakan bahwa ideologi pada waktu itu adalah ideologi anismisme dinamisme. Lalu lambat laun beralih dengan ideologi yang berorientasi pada ajaran Hindu Budha lalu masa kesultanan Islam dengan ideologi yang berdasar pada akidah agama Islam.  kemudian masa penjajahan dengan ideologi kolonialismenya. dan terakhir ketika negeri ini sudah bernama Indonesia dengan ideologi Pancasila. 

Sebagian besar masyarakat yang hidup dalam setiap fase ideologi selalu menganggap bahwa apa yang ia yakini adalah yang paling benar, dan berusaha mempertahankannya jangan sampai hilang atau tergantikan. Namun, benturan ideologi adalah suatu hal yang pasti terjadi, dan proses metamorfosis ideologi inipun pasti di lewati dengan perang pemikiran bahkan perang fisik.

Jadi, menurunnya pengamalan nilai-nilai Pancasila ini bisa jadi adalah sebuah fase peralihan ideologi. Bertahan tidaknya Ideologi pancasila di negeri ini tergantung seberapa besar para Pancasilais mampu mempertahankan ideologinya. Tidak ada yang mampu menjamin bahwa sebuah ideologi akan bertahan Abadi. Pertarungan Ideologi adalah suatu hal yang pasti, seperti halnya hukum alam "siapa yang kuat dialah yang menang". 



KESIMPULAN 

Dalam kehidupan global seperti sekarang ini, di mana banyak terjadi benturan-benturan ideologi dan budaya, banyak negara dan bangsa-bangsa yang saling mempengaruhi. Perang Ideologi tersebut akan sangat terasa karena memang dunia juga sedang mengalami hal yang sama, perang yang berlatar belakang Ideologi  dimainkan AS, China, Rusia, Uni Eropa dan Islam bertarung di segala lini dan memperluas pengaruhnya ke semua negeri termasuk Indonesia dengan Ideologi Pancasila. Dan tentu saja mereka juga akan ikut memainkan perang tersebut sesuai dengan kepentingnya, baik kepentingan kelompoknya atau kepentingan nasionalnya. kita bisa merasakanya bagaimana konflik-konflik antar bangsa saat ini di belahan dunia sangat di tentukan oleh pertarungan kepentingan negara-negara besar tersebut dengan  ideologinya. Ideologi apapun akan bertarung di Republik ini tentunya dengan berbagai latar belakang dan tujuan, Ideologi Pancasila tak akan luput dari serangan-serangan ini, jika kalah boleh jadi di masa yang akan datang Pancasila hanya tinggal sejarah. Seperti ideologi-ideologi yang telah lampau di tanah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Sutrisno Slamet, 2006, Filsafat Dan Ideologi Pancasila, Penerbit Andi,  Yogyakarta. 

Metro TVNews.com, http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/06/01/53347/ Habibie-Pancasila-Tenggelam-dalam-Pusaran-Sejarah-Masa-Lalu/1 
Azra Azumardi. Eksistensi Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Bangsa di Tengah Pergeseran Peradaban Dunia,  Lemhanas, 13 Nopember 2007.



[1] Ethno-nationalism adalah bentuk nasionalisme yang berbasis identitas-identitas primordial, seperti etnis, suku, dan ras. Dalam pengertian yang lebih luas, ethno-nationalism didefinisikan sebagai doktrin yang melekat pada suatu kelompok masyarakat yang merasa memiliki perbedaan budaya, sejarah, maupun prinsip-prinsip hidup tersendiri sehingga mereka merasa perlu memiliki sebuah pemerintahan sendiri. Ethno-nationalism dapat pula dibaca sebagai bentuk hilangnya loyalitas dari suatu kelompok masyarakat tertentu terhadap sebuah ikatan yang lebih besar, yakni Bangsa dan Negara
[2] Tribalism adalah paham tentang cara berpikir atau berperilaku di mana orang lebih setia kepada suku mereka daripada  negara mereka, atau kelompok sosial lainnya. Tribalisme menyimpulkan kepemilikan identitas budaya atau etnis yang kuat yang memisahkan satu anggota grup dari anggota kelompok lain.
[3] Ernest (1822-1892) Bangsa adalah sekelompok manusia yang punya kehendak untuk bersatu karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama pada masa lampau dan mereka mempunyai cita-cita yang sama tentang masa depannya.
[4]  Soepomo (1945) Negara adalah suatu susunan masyarakat yang intergral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organistik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar