Hening
malam itu, ketika petala langit begitu semarak oleh bintang-bintang dan
rembulan yang tak jemu bertashbih memuji keagungan Sang Penciptanya. Alarm hand
phone ku berdering ketika aku berasik masuk dalam sepinya mimpi, memaksa
kelopak mataku membuka diri, kemudian aku raih dengan malas hand phone di
sebelah kananku. Terbesit kerinduan siapa wanita sholehah yang akan
membangunkan tidurku di setiap malam, bukan hand phone buntung seperti ini,
hati ini bosan tiap malam berteman sepi. Seperti malam-malam yang telah lalu
hampir setiap pukul 01.30 wib aku bangun malam, selama tak ada
halangan.Kemudian aku paksakan tubuh kasar ini beranjak bangun dari peraduanku menuju
kamar mandi dengan langkah kaki yang berat.Aku seka air yang terasa dingin ini,
lalu kubasuhkan ke mukaku memulai wudhuku.
Kembali
ke kamarku dan ku mulai sholatku ….
Selesai
Empat rakaat ku lanjutkan memunajatkan do’a. Namun tak berapa lama aku
mendengar suara aneh di ruang keluarga, awalnya aku menduga itu adalah suara
kucing. Aku pun segera bangun dan melangkahkan kakiku dengan pelan menapaki
lantai. Aku pun segera menghidupkan saklar lampu yang ada di sebelah kiriku.
Akhirnya aku melihat seorang tamu tak di kenal sedang sibuk mencabuti kebel TV
flat kesukaanku. Orang itu terkejut saat lampu di hidupkan dan mencoba berlari
keluar, seketika itu pula aku tersadar aku kedatangan seorang tamu tak
diundang, perasaanku sedikit gentar melihat pencuri itu karena bisa jadi
nyawaku terancam juga. Cepat-cepat aku lepaskan balutan sarung di pinggulku
meninggalkan celana kolor hitam sepanjang lututku. Aku pun segera berlari
mengejarnya sambil berteriak “maling !!!, maling !!!, maling !!!” .
Aku
berlari sampai di teras rumahku. Aku melihat pencuri itu sedikit kerepotan
memanggul TV flatnya. Setelah jaraknya cukup dekat Aku pun meloncat sambil
memberikan tendangan yang keras ke punggung pencuri itu. Pencuri itu pun
tersungkur di atas rerumputan pekarangan kemudian dia berusaha berdiri.Namun
dengan sigap aku berusaha duduk di atas punggung pencuri
sambil memukuli dengan keras rahang dagu sebelah kanannya. Pencuri itu masih
mencoba melawan untuk melepaskan diri. Rambut pencuri itu aku pegang kuat
dengan tangan kiriku sambil menekan keras kepala pencuri itu di atas tanah,
sementara tangan kananku melipatkan tangan kanan pencuri itu di atas
punggungnya. Pencuri pun menyerah karena gerak tubuhnya sudah terkunci sambil
meronta-ronta memohon ampun.
Tak
berapa lama Abi sudah berdiri di sampingku. Sambil mengamatiku dan sedikit
gugup.
“Siapa
ini?” Tanya Abi
“Dia
maling Abi!!!” Aku menjawab dengan nafas yang terengah-engah
Sementara
itu tiba-tiba di depan pagar pekarangannya seseorang menyalakan motor RX-King
meraung keras dan segera tancap gas lalu mengemudinya dengan cepat.
Abi
pun beranjak masuk rumah sebentar. Lalu keluar dengan membawa kabel listrik
berwarna putih untuk mengikat pencuri. Setelah tangan pencuri terikat akupun
membantu pencuri itu berdiri dan hendak kami bawa ke Kepala Kampung agar di
proses sampai ke Kantor Polisi.
Tapi
tetangga sekitar sudah banyak yang berdatangan. Dari tatap mukanya aku membaca
ada beberapa orang yang datang dengan muka kemarahan, mereka adalah Pak Agus
dan Pak Karno, sekitar dua minggu yang lalu rumah Pak Agus di satroni
maling, setelah empat hari kemudian warnet Pak Karno yang ada di samping
rumahnya di rampok. Usaha warnet yang baru satu setengah bulan buka itu
kemasukan perampok berjumlah lima orang, sebagian bersenjata api akhirnya 20
perangkat komputer berhasil dibawa kabur pencuri dengan membawa mobil box.
Tragisnya lagi satu orang anak pertamanya tewas tertembus peluru panas di jidat
sebelah kirinya saat melakukan perlawanan, padahal dia baru saja menyelesaikan
studi magister ilmu komputer di ITB dan hari ini giliran rumahku yang kemasukan
tamu tak di kenal.
Setelah meraka mendekat satu persatu ada yang mulai memukuli sampai pencuri itu
jatuh tersungkur lagi, kepalanya pun menjadi sasaran tendangan bahkan ada
yang memukulnya dengan tongkat kayu. Pencuri itu pun merintih kesakitan minta
ampun. Aku mencoba menenangkan keadaan itu.
“
Hentikan pak ! hentikan pak! Kita jangan main hakim sendiri !!!
teriakku keras sambil memeluk Pak Karno yang terlalu emosi menghajar pencuri
itu.
“
Paling orang ini juga yang kemarin membunuh anakku ” jawab Pak Karno yang
semakin marah melihatku membela pencuri itu.
Sementara
Abiku berusaha menenangkan warga yang lain. Tapi emosi warga sungguh tak
terkontrol. Pencuri itu pun dihajar di pekarangan rumahku. Sampai mukanya
berdarah.
“Ampun,
ampun, ampun pak....”
“
Saya mau tobat pak …”
“
Tolong ampuni saya pak …”
“
Ampun…ampun…”
“
Ya Allah… Ya Allah…ya Allah…ampun… ampun…“
Rintih
pencuri menangis sambil memohon belas kasih dan memohon ampun. Bahkan dia
menyebut-nyebut nama Tuhannya, juga Tuhanku. Allah, Allah yang Maha Pengasih
Maha Penyayang.
Lolongan
pencuri memohon ampun di heningnya malam ini seakan tak di dengar sama sekali.
Mereka lebih mendengar amarahnya yang berbisik di dalam dada masing masing.
Seperti kesetanan menghajarnya, bahkan Umiku tidak tega dan segera masuk ke
dalam rumah.
“ Dukkkk,
dukkkk “ suara tendangan Antonius yang jago silat tepat di dada pencuri itu
Suara
pukulan dan tendangan itu aku dengar berkali kali.
“Ampun,
ampun, ampun……… “rintih pencuri itu memohon belas kasih
“Ampun,
ampun, gak ada ampun buatmu, nih rasakan bogemku !!!”. Amir sahabat kecilku
ambil bagian pula memukuli pelipis pencuri itu.
Sampai
akhirya,
“
Hentikan! Hentikan! Cukup!!!!!!” teriak Abiku sambil menghalangi beberapa warga
untuk meredakan emosi warga Kampung Kadipaten.
“
Bawa dia ke rumah Pak Jamal, agar nanti di bawa ke kantor polisi “ Pak Buyung
menimpali pembicaraan ayahku sambil membantu pencuri berdiri.
Aku
membantu memapah pencuri itu di sebelah kiri. Meski kami papah pencuri ini
masih juga berjalan dengan tertatih-tatih. Sementara TV flat-ku dibawa oleh
salah seorang warga untuk di gunakan sebagai barang bukti.
“ya
Allah tobat, tobat, ampuni aku ya Allah, tolonglah aku ya Allah…………….”
Lirih sekali rintihan pencuri itu dan aku dengar berkali-kali. Suara itu penuh
dengan penyesalan. Aku pun iba melihat keadaannya seperti ini. Mukanya penuh
dengan luka lebam, aku lihat kelopak mata kirinya bengkak sampai matanya hampir
tak terlihat. Darah segar keluar dari hidung dan mulutnya mengotori baju biru
gelapnya, bahkan baju koko putihku terkena cipratan darahnya.
Di
tengah jalan masih ada warga yang menendang pantatnya dan ada pula yang
menjitaknya dengan keras sambil memaki-makinya. Jarak rumah Pak Jamal dengan
rumahku sekitar dua ratus meter.
Dari
kejauhan kami melihat kerumunan warga di pekarangan rumah Pak Jamal. Dari
suara-suara kerasnya aku mendengar sebagian mengintrogasinya sambil memukuli
kepalanya, beberapa orang menendangi tubuhnya yang sudah menyerah lemah dan
duduk bersandar di batang pohon rambutan milik Pak Jamal. Sementara itu ada
sebuah motor RX-King yang di sandarkan di samping kanan pemuda itu. Setelah
dekat aku semakin yakin bahwa pemuda berbaju hitam itulah orang yang menyalakan
motor RX-King di depan rumahku, lalu mengemudinya dengan cepat di jalan utama
kampung ini. Mungkin dia dicurigai oleh beberapa warga yang kebetulan sedang
bertugas ronda malam itu.
Kemudian
aku sandarkan pencuri yang aku papah tadi di samping kiri pemuda berbaju hitam
tadi.
“
Benar ini teman kamu !!!” bentak Pak Karno Kepada pencuri tadi
“ e e
e iya pak, benar dia temanku pak “ jawab pencuri itu dengan terbata-bata
menahan sakit di tubuhnya.
“
Berarti kamu juga yang kemarin merampok rumahku !!!” tuduh pak karno kepada
kedua pencuri itu sambil menendang dagu seorang pencuri yang berbaju biru gelap.
“
Bukan pak, saya baru sekali ini mencuri “ sambil menahan sakit di dagunya
“
Bohong kamu, siapa namamu !!! Tanya Pak Karno sambil membentak.
“Andi
pak” jawab pencuri berbaju biru gelap itu dengan nada lirih
“siapa
?keras kalau ngomong!!!” Tanya Pak Karno sambil menampar pipi kiri pencuri itu
dengan keras
“
Andi pak” jawab pencuri dengan memperjelas suaranya
“
Kamu siapa !!!” Tanya Pak Karno kepada lelaki berbaju hitam tadi.
“ Julius
pak“ jawab pencuri berbaju hitam tadi dengan suara parau.
“
Dari mana kamu berdua !!!! “ Tanya Hendri Pemuda Kampung ini yang
bertubuh kekar.
“
Kami dari bandung pak.” Jawab Julius
Beberapa
pertanyaan di ajukan kepada kedua pencuri itu di selingi dengan hardikan dan
cacian.
“
Dimana Pak jamal ?” Tanya Abiku kepada Hendri.yang juga orang kepercayaan pak
Jamal
“
Beliau sedang pergi ke Bandung mengikuti Penataran Kepala Kampung dalam
meningkatkan Kewaspadaan Menghadapi Bahaya terorisme. Dia berangkat tadi
pagi, mungkin besok baru pulang” jawab Hendri
Tiba-tiba
dari arah belakang ada orang yang berteriak “ habisi saja itu maling, biar gak
ada maling lagi di kampung kita”
“ Iya
betul, di bawa ke kantor polisi paling cuma sebulan dua bulan mereka bebas lagi,
nyuri lagi… “ teriak warga yang lain menimpali.
“Hajar
saja sampai mapus !!!nanti siapapun yang mau maling di kampung kita biar
mikir-mikir, karena nyawa taruhannya !!! ” teriak seorang warga sambil
maju ke arah pencuri yang bernama Julius sambil memukuli wajah lebam itu
berulang kali.
Aku,
Abiku dan pak Buyung berusaha menenangkan warga. Tapi bukan amarah mereka
mereda justru kemarahannya semakin menjadi-jadi. Pertengkaran mulut terjadi
antara aku, Abiku dan pak Buyung dengan beberapa warga. Ketika kami hendak
menyelamatkan kedua pencuri itu langkah kami di hadangi para pemuda kampung
ini, bahkan kami di dorong sampai kami berada di teras rumah Pak Jamal.
Di
atas teras itu tubuhku didorong oleh Antonius dan Amir sampai punggungku
membentur tembok, beberapa orang memegang kedua tanganku. Sedangkan Abiku dan
pak Buyung di bawa masuk ke ruang tamu. Aku mendengar mereka saling adu mulut
dengan suara keras. Aku mencoba melepaskan diri tapi sia-sia. Aku hanya bisa
berdiri tak berdaya melihat kedua pencuri itu di hajar habis-habisan.
Pak
Karno, orang yang menderita kerugian besar beberapa hari yang lalu karena
perampokan, ingin meluapkan kebencian dan amarahnya kepada kedua pencuri itu,
seolah-olah merekalah yang merampok warnet dan membunuh seorang anaknya beberapa
hari yang lalu. Pak Karno mengambil batu bata di sekitar pekarangan itu lalu
kembali dan memukulkannya di kepala Julius beberapa kali sampai batu bata itu
pecah. Beberapa orang bergantian mumukuli kedua pencuri itu dangan pentungan
kayu dan bambu.
Dua
orang pemuda menarik tubuh julius ke jalan aspal kemudian kedua lengannya di
injak oleh pemuda tadi dan jari-jari kedua tangan Julius di tumbuk dengan ujung
tongkat kayu sebesar lengan secara bergantian, aku mendengar teriakan keras
seiring dengan remuknya kedua telapak tangan Julius.
Andi
yang masih berada di bawah pohon rambutan di telanjangi sehingga hanya memakai
celana dalam saja. Aku tak bisa berbuat apa-apa saat melihat Andi di hajar
habis-habisan dan menangis kesakitan, kaki Andi di pukul dengan kayu berulang
kali sampai darah membasahi kakinya, tanpa kuduga Pak Karno menghujamkan batu
sebesar kepala orang dewasa ke kaki Andi.
“druakkkkkkkkkkkkkkk”
suara batu itu keras sekali aku dengar.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……………!!!!!!!!!”
teriak Andi histeris seperti merasakan sakit yang sangat pedih sekali, aku
menduga tulang kakinya telah patah.
“Amir
lepaskan aku !!!” penuh emosi aku membentak Amir yang dari tadi bersama
Antonius mendorong tubuhku di dinding teras ini.
“Kamu
ini bodoh, pencuri di belas kasihani. Beruntung nyawamu selamat, coba kalau
tadi kamu sekeluarga di bunuh !!!” jawab amir dengan suara keras
Aku
mengingat kembali kejadian tadi di rumah, aku yakin pencuri itu tidak memiliki
keinginan membunuhku. Dan aku pun memukulnya tak lebih dari lima kali hanya
sekedar melumpuhkannya. Tiba – tiba aku mendengar suara keras dari ruang tamu.
“
Pokoknya setiap pencuri yang masuk ke kampung ini harus kita bakar !!! teriak
salah seorang warga di iringi suara setuju beberapa orang lain.
“
Asstaghfirullah… anda biadab!!! dimana Keadilan Yang Beradab yang selama ini
engkau agung-agungkan ???” Tidaklah pantas bagi manusia untuk menghukum
sesamanya dengan adzab Allah (api).” Kata Abiku sambil menyampaikan sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad.
“
Saya harap anda diam, di sini anda hanya pendatang. Maling seperti mereka
gak pantas hidup, mending mereka dibakar sampai mati!!!!” Seseorang berkata keras kepada
Abiku.
Sementara
aku di teras bersitegang dengan Amir, Antonius, dan beberapa pemuda yang lain.
Tatapan mereka seperti belati yang hedak menghujam ke dadaku yang terus melawan.
“Kamu
sungguh biadab, Islam tidak pernah mengajarkan bahwa seorang pencuri yang
menyerah harus di bunuh, dan jika kamu membiarkan mereka membunuh kedua pencuri
itu berarti kau tak jauh beda dengan mereka, kau biadab Mir! ” jawabku kepada
Amir. Aku lihat amir tidak mempedulikan ucapanku. Begitu juga dengan Antonius.
Seseorang
keluar dari ruang tamu sambil membawa tali sebesar ibu jari orang dewasa. Aku
kenal orang itu namanya Pak Nyoman. Dia berjalan menuju ke arah Andi dan
mengikatkan tali di atas mata kaki Andi. Lalu menariknya sampai keluar
pekarangan dan menghampiri Julius untuk melepasi bajunya dan mengikatkan ujung
tali satunya di atas kedua mata kaki.
Seseorang
menyalakan motor RX-King, dan pak Nyoman mengikatkan batas tengah tali itu pada
besi di belakang jok motor. Kemudian membonceng di belakang. Mereka
beramai-ramai mengarak dua tubuh lemah itu menyapu kasarnya aspal. Sungguh
kebiadaban mereka melebihi kebidaban seekor Iblis.
Tak
berapa lama mereka kembali dan berhenti di depan pekarangan rumah ini. Aku
lihat Pak nyoman membawa gallon yang setengahnya berisi cairan, aku duga itu
bensin. Amir dan Antonius mulai melepaskanku dan segera berjalan kearah kedua
pencuri tadi, aku mengikuti di belakangnya. Aku melihat Andi dan Julius diam
tak sadarkan diri dengan kondisi tubuh yang mengenaskan, tulang dada dan tulang
punggungnya terlihat putih karena kulit dan dagingnya terkelupas menyapu
aspal.Seorang pemuda meraih gallon itu dan menyiramkan bensinnya ke dua tubuh
pencuri itu.
“Sesungguhnya
tidak ada yang berhak untuk mengadzab dengan api kecuali (Allah) Yang telah
menciptakan api tersebut !!!” Teriakku mengutip sebuah sabda Rosul yang
diriwayat oleh Muslim kepada sekumpulan manusia biadab ini.
“
diam kamu !!!” bentak Antonius sambil memukul rahang kiriku tanpa ku duga sama
sekali.
Aku
tersungkur, keseimbangan tubuhku hilang mendapat pukulan keras yang datang
begitu tiba-tiba. Aku hanya bisa meneteskan air mata duduk tak berdaya ketika
seorang pemuda mematik korek api kemudian membakar tubuh pencuri malang itu.
Tak berapa lama aku mulai mencium bau bensin dan aroma daging terbakar,
memandangi unggunan api yang besar berbahan bakar manusia asapnya membumbung ke
angkasa. Di kelilingi manusia-manusia dengan senyuman setan.
“Asstaghfirullohal’adzim………………”
istighfarku lirih.
Hanya
itu yang bisa aku ucapkan berkali-kali sampai akhirnya Abiku yang memanggul TV
flat di pundaknya membantuku berdiri, kemudian kami beranjak pulang.
Saat
melewati unggunan api itu aku pandangi dua tubuh manusia hangus terbakar
disinari lampu jalanan kuning temaram. Geram hatiku belum juga surut mengingati
cerita di sepertiga akhir malam ini. Mengingati wajah biadab
manusia-manusia ini, wajah-wajah tanpa penyesalan. Setan apa yang telah
merasuki jiwanya sehingga sampai hati berbuat demikian ?. Entah kebenaran
seperti apa yang mereka pegang sehingga suatu kebiadaban yang dilakukannya,
mereka pandang sebagai sesuatu yang beradab. Ataukah selama ini
kita bohong bahwa kita sesungguhnya bangsa yang biadab tapi hanya berpura-pura
beradab?
” Biarkan aku yang membawa TV-nya Bi” ucapku kepada Abi
setelah pening kepalaku berangsur hilang, dan aku memanggulnya
Tak pernah aku duga
barang seperti ini lebih berharga dari pada dua nyawa manusia, nyawa yang tak
bisa di beli. Ya Allah salahkah aku dengan harta yang kami miliki sehingga
menumbuhkan rasa iri ? padahal Abiku adalah orang yang ringan bersodaqoh
kepada orang yang membutuhkan, tak pernah lupa membayar zakat mal dari usaha
dagangnya apalagi dengan zakat fitrah-nya disetiap bulan Ramadhan. Abiku pun
begitu teguh menjauhi riba. Andai saja pencuri itu datang baik-baik sekedar
meminta bantuan dana pun aku yakin Abiku akan membantunya dengan senang hati.
Ya Allah limpahkanlah rezeki-mu dengan keberkahan, jauhkanlah dari keharaman
yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja.
Aku
pulang melewati jalan yang di gunakan untuk mengarak dua orang maling tadi.
Kulihat darah segar masih berceceran di atas aspal, ngeri juga
membayangkan bagaimana pedihnya siksaan itu jika aku sendiri yang mengalaminya.
“
Abi, apakah selama ini kita bohong bahwa kita sesungguhnya bangsa
yang biadab tapi hanya berpura-pura beradab?” Tanyaku kepada Abi.
Abiku masih terdiam
tidak langsung menjawab pertanyaanku
” Anehnya lagi, bangsa yang sok beradab ini memandang
hukum islam sebagai hukum yang biadab?” aku melanjutkan pertanyaanku yang belum
terjawab.
“
Kejahatan yang sudah meluas ini tidak bisa hanya disandarkan kepada hukuman
yang keras. Tapi juga faktor-faktor lain yang bisa menjadi pemicu, seperti
faktor kesejahteraan masyarakat, kesenjangan sosial, tingginya tingkat
pengangguran. Coba kita ambil contoh, dalam kasus hukuman potong tangan bagi
pencuri, Rasulullah saw pernah tidak menjatuhkan hukuman tersebut kepada
pencuri. Penyebabnya, karena kondisi masyarakat pada waktu itu dalam keadaan
paceklik, hingga pelaku terpaksa melakukan pencurian untuk menyambung nyawa.
Hal ini kemudian menjadi ketetapan hukum dalam Islam, bahwa pelaku pencurian
tidak dikenakan sanksi apabila dia mencuri karena lapar atau terpaksa untuk
sekedar mempertahankan hidupnya. Jumlah barang yang dicuri pun tidak lebih dari
seperempat dinar. Khalifah Umar bin Khaththab r.a pun mengikuti tindakan yang
dilakukan Rasul SAW ini” kata Abiku memberikan penjelasan.
“
Jadi ada keterkaitan antara kewajiban penerapan sanksi hukum yang tegas dengan
kewajiban negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Sehingga tidak ada alasan
bagi rakyat untuk mencuri dengan alasan untuk mempertahankan hidup “ aku
mengambil kesimpulan dari sedikit penjelasan Abi.
“ Ya,
namun hal ini bukan berarti menghapus hukuman yang keras tersebut. Hukuman
tersebut tetap berlaku, namun qadhi (hakim) harus mempertimbangkan alasan
terpidana melakukan tindakan kejahatan “ kata Abi mengakhiri penjelasannya
Sebagian
besar masyarakat negeri ini masih menganggap bahwa hukum islam itu kejam, Maling
potong tanganya. tidak semudah itu lembaga peradilan islam atau qadhi mengambil
keputusan memotong tangan orang. Tapi ada keterkaitan dengan kewajiban negara
menjaga kebutuhan pokoknya, bagi masyarakat. Jadi kalau ada orang miskin
lapar sementara tetangga dan warga tidak memiliki kepedulian, kemudian dia
mencuri, maka dia tidak bisa di potong tangan begitu saja, apa lagi
disiksa dengan sadis lalu di bakar.
Seiring
kumandang subuh aku memandangi rembulan masih setia merangkak di kaki busur
langit. Kokok ayam jantan bersahutan mencoba membangunkan manusia yang masih
lelap menikmati kisah manis dunia mimpi. Sementara langkah kami sudah sampai di
pekarangan rumah. Kami percepat langkah ini untuk mempersiapkan diri sholat
subuh di masjid. Abi mendahuluiku.
Ketika
Abi sudah ada di teras rumah tanpa kusengaja mataku tertuju pada sebuah dompet
hitam yang tergletak samar. Aku letakkan TV flatku kemudian aku ambil dompet
hitam itu. Setelah aku buka ada sebuah photo yang sudah kabur, selembar uang
Rp. 10.000,-, sebuah KTP dengan nama pemilik Andi Sudrajad dan sebuah kertas
lipatan putih.
Kemudian
aku buka lipatan itu perlahan..., aku baca ada dua baris tertulis nama
seseorang. Dimas Mahardika dan Putri Mahardika. aku lipat kembali kemudian aku masukkan
semua ke dalam dompet, besok secepatnya aku bawa dompet ini ke rumah pak RT,
agar diproses ke kantor polisi. Aku yakin warga sini tidak ada yang melapor ke
kantor polisi. Aku cari tahu juga dimana dua jenazah itu akan dikuburkan...
Muhammad
Khafadho
Ujung
Andalas, 15 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar