Xhavadzo: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab di Negri Biadab

Sabtu, 15 Oktober 2011

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab di Negri Biadab



Hening malam itu, ketika petala langit begitu semarak oleh bintang-bintang dan rembulan yang tak jemu bertashbih memuji keagungan Sang Penciptanya. Alarm hand phone ku berdering ketika aku berasik masuk dalam sepinya mimpi, memaksa kelopak mataku membuka diri, kemudian aku raih dengan malas hand phone di sebelah kananku. Terbesit kerinduan siapa wanita sholehah yang akan membangunkan tidurku di setiap malam, bukan hand phone buntung seperti ini, hati ini bosan tiap malam berteman sepi. Seperti malam-malam yang telah lalu hampir setiap pukul 01.30 wib aku bangun malam, selama tak ada halangan.Kemudian aku paksakan tubuh kasar ini beranjak bangun dari peraduanku menuju kamar mandi dengan langkah kaki yang berat.Aku seka air yang terasa dingin ini, lalu kubasuhkan ke mukaku memulai wudhuku.
Kembali ke kamarku dan ku mulai sholatku ….
Selesai Empat rakaat ku lanjutkan memunajatkan do’a. Namun tak berapa lama aku mendengar suara aneh di ruang keluarga, awalnya aku menduga itu adalah suara kucing. Aku pun segera bangun dan melangkahkan kakiku dengan pelan menapaki lantai. Aku pun segera menghidupkan saklar lampu yang ada di sebelah kiriku. Akhirnya aku melihat seorang tamu tak di kenal sedang sibuk mencabuti kebel TV flat kesukaanku. Orang itu terkejut saat lampu di hidupkan dan mencoba berlari keluar, seketika itu pula aku tersadar aku kedatangan seorang tamu tak diundang, perasaanku sedikit gentar melihat pencuri itu karena bisa jadi nyawaku terancam juga. Cepat-cepat aku lepaskan balutan sarung di pinggulku meninggalkan celana kolor hitam sepanjang lututku.  Aku pun segera berlari mengejarnya sambil berteriak “maling !!!, maling !!!, maling !!!” .
Aku berlari sampai di teras rumahku. Aku melihat pencuri itu sedikit kerepotan memanggul TV flatnya. Setelah jaraknya cukup dekat Aku pun meloncat sambil memberikan tendangan yang keras ke punggung pencuri itu. Pencuri itu pun tersungkur di atas rerumputan pekarangan kemudian dia berusaha berdiri.Namun dengan sigap aku berusaha duduk di atas punggung pencuri sambil memukuli dengan keras rahang dagu sebelah kanannya. Pencuri itu masih mencoba melawan untuk melepaskan diri. Rambut pencuri itu aku pegang kuat dengan tangan kiriku sambil menekan keras kepala pencuri itu di atas tanah, sementara tangan kananku melipatkan tangan kanan pencuri itu di atas punggungnya. Pencuri pun menyerah karena gerak tubuhnya sudah terkunci sambil meronta-ronta memohon ampun.
Tak berapa lama Abi sudah berdiri di sampingku. Sambil mengamatiku dan sedikit gugup.
“Siapa ini?” Tanya Abi
“Dia maling Abi!!!” Aku menjawab dengan nafas yang terengah-engah
Sementara itu tiba-tiba di depan pagar pekarangannya seseorang menyalakan motor RX-King meraung keras dan segera tancap gas lalu mengemudinya dengan cepat.
Abi pun beranjak masuk rumah sebentar. Lalu keluar dengan membawa kabel listrik berwarna putih untuk mengikat pencuri. Setelah tangan pencuri terikat akupun membantu pencuri itu berdiri dan hendak kami bawa ke Kepala Kampung agar di proses sampai ke Kantor Polisi.
Tapi tetangga sekitar sudah banyak yang berdatangan. Dari tatap mukanya aku membaca ada beberapa orang yang datang dengan muka kemarahan, mereka adalah Pak Agus dan Pak Karno, sekitar dua  minggu yang lalu rumah Pak Agus di satroni maling, setelah empat hari kemudian warnet Pak Karno yang ada di samping rumahnya di rampok. Usaha warnet  yang baru satu setengah bulan buka itu kemasukan perampok berjumlah lima orang, sebagian bersenjata api akhirnya 20 perangkat komputer berhasil dibawa kabur pencuri dengan membawa mobil box. Tragisnya lagi satu orang anak pertamanya tewas tertembus peluru panas di jidat sebelah kirinya saat melakukan perlawanan, padahal dia baru saja menyelesaikan studi magister ilmu komputer di ITB dan hari ini giliran rumahku yang kemasukan tamu tak di kenal.
            Setelah meraka mendekat satu persatu ada yang mulai memukuli sampai pencuri itu jatuh tersungkur lagi,  kepalanya pun menjadi sasaran tendangan bahkan ada yang memukulnya dengan tongkat kayu. Pencuri itu pun merintih kesakitan minta ampun. Aku mencoba menenangkan keadaan itu.
“ Hentikan pak ! hentikan  pak!  Kita jangan main hakim sendiri !!! teriakku keras sambil memeluk Pak Karno yang terlalu emosi menghajar pencuri itu.
“ Paling orang ini juga yang kemarin membunuh anakku ” jawab Pak Karno yang semakin marah melihatku membela pencuri itu.
Sementara Abiku berusaha menenangkan warga yang lain. Tapi emosi warga sungguh tak terkontrol. Pencuri itu pun dihajar di pekarangan rumahku. Sampai mukanya berdarah.
“Ampun, ampun, ampun pak....”
“ Saya mau tobat pak …”
“ Tolong ampuni saya pak …”
“ Ampun…ampun…”
“  Ya Allah… Ya Allah…ya Allah…ampun…  ampun…“
Rintih pencuri menangis sambil memohon belas kasih dan memohon ampun. Bahkan dia menyebut-nyebut nama Tuhannya, juga Tuhanku. Allah, Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
Lolongan pencuri memohon ampun di heningnya malam ini seakan tak di dengar sama sekali. Mereka lebih mendengar amarahnya yang berbisik di dalam dada masing masing. Seperti kesetanan menghajarnya, bahkan Umiku tidak tega dan segera masuk ke dalam rumah.
“ Dukkkk, dukkkk “ suara tendangan Antonius yang jago silat tepat di dada pencuri itu
Suara pukulan dan tendangan itu aku dengar berkali kali.
“Ampun, ampun, ampun……… “rintih pencuri itu memohon belas kasih
“Ampun, ampun, gak ada ampun buatmu, nih rasakan bogemku !!!”. Amir sahabat kecilku ambil bagian pula memukuli pelipis pencuri itu.
Sampai akhirya,
“ Hentikan! Hentikan! Cukup!!!!!!” teriak Abiku sambil menghalangi beberapa warga untuk meredakan emosi warga Kampung Kadipaten.
“ Bawa dia ke rumah Pak Jamal, agar nanti di bawa ke kantor polisi “ Pak Buyung menimpali pembicaraan ayahku sambil membantu pencuri berdiri.
Aku membantu memapah pencuri itu di sebelah kiri. Meski kami papah pencuri ini masih juga berjalan dengan tertatih-tatih. Sementara TV flat-ku dibawa oleh salah seorang warga untuk di gunakan sebagai barang bukti.
“ya Allah tobat, tobat, ampuni aku ya Allah, tolonglah aku ya Allah…………….”
            Lirih sekali rintihan pencuri itu dan aku dengar berkali-kali. Suara itu penuh dengan penyesalan. Aku pun iba melihat keadaannya seperti ini. Mukanya penuh dengan luka lebam, aku lihat kelopak mata kirinya bengkak sampai matanya hampir tak terlihat. Darah segar keluar dari hidung dan mulutnya mengotori baju biru gelapnya, bahkan baju koko putihku terkena cipratan darahnya.
Di tengah jalan masih ada warga yang menendang pantatnya dan ada pula yang menjitaknya dengan keras sambil memaki-makinya. Jarak rumah Pak Jamal dengan rumahku sekitar dua ratus meter.
Dari kejauhan kami melihat kerumunan warga di pekarangan rumah Pak Jamal. Dari suara-suara kerasnya aku mendengar sebagian mengintrogasinya sambil memukuli kepalanya, beberapa orang menendangi tubuhnya yang sudah menyerah lemah dan duduk bersandar di batang pohon rambutan milik Pak Jamal. Sementara itu ada sebuah motor RX-King yang di sandarkan di samping kanan pemuda itu. Setelah dekat aku semakin yakin bahwa pemuda berbaju hitam itulah orang yang menyalakan motor RX-King di depan rumahku, lalu mengemudinya dengan cepat di jalan utama kampung ini. Mungkin dia dicurigai oleh beberapa warga yang kebetulan sedang bertugas ronda malam itu.
Kemudian aku sandarkan pencuri yang aku papah tadi di samping kiri pemuda berbaju hitam tadi.
“ Benar ini teman kamu !!!” bentak Pak Karno Kepada pencuri tadi
“ e e e iya pak, benar dia temanku pak “ jawab pencuri itu dengan terbata-bata menahan sakit di tubuhnya.
“ Berarti kamu juga yang kemarin merampok rumahku !!!” tuduh pak karno kepada kedua pencuri itu sambil menendang dagu seorang pencuri yang berbaju biru gelap.
“ Bukan pak, saya baru sekali ini mencuri “ sambil menahan sakit di dagunya
“ Bohong kamu, siapa namamu !!! Tanya Pak Karno sambil membentak.
“Andi pak” jawab pencuri berbaju biru gelap itu dengan nada lirih
“siapa ?keras kalau ngomong!!!” Tanya Pak Karno sambil menampar pipi kiri pencuri itu dengan keras
“ Andi pak” jawab pencuri dengan memperjelas suaranya
“ Kamu siapa !!!” Tanya Pak Karno kepada lelaki berbaju hitam tadi.
“ Julius pak“ jawab pencuri berbaju hitam tadi dengan suara parau.
“ Dari mana kamu berdua !!!! “  Tanya Hendri Pemuda Kampung ini yang bertubuh kekar.
“ Kami dari bandung pak.” Jawab Julius
Beberapa pertanyaan di ajukan kepada kedua pencuri itu di selingi dengan hardikan dan cacian.
“ Dimana Pak jamal ?” Tanya Abiku kepada Hendri.yang juga orang kepercayaan pak Jamal
“ Beliau sedang pergi ke Bandung mengikuti Penataran Kepala Kampung dalam meningkatkan  Kewaspadaan Menghadapi Bahaya terorisme. Dia berangkat tadi pagi, mungkin besok baru pulang” jawab Hendri
Tiba-tiba dari arah belakang ada orang yang berteriak “ habisi saja itu maling, biar gak ada maling lagi di kampung kita”
“ Iya betul, di bawa ke kantor polisi paling cuma sebulan dua bulan mereka bebas lagi, nyuri lagi…  “ teriak warga yang lain menimpali.
“Hajar saja sampai mapus !!!nanti siapapun yang mau maling di kampung kita biar mikir-mikir, karena nyawa taruhannya !!!  ” teriak seorang warga sambil maju ke arah pencuri yang bernama Julius sambil memukuli wajah lebam itu berulang kali.
Aku, Abiku dan pak Buyung berusaha menenangkan warga. Tapi bukan amarah mereka mereda justru kemarahannya semakin menjadi-jadi. Pertengkaran mulut terjadi antara aku, Abiku dan pak Buyung dengan beberapa warga. Ketika kami hendak menyelamatkan kedua pencuri itu langkah kami di hadangi para pemuda kampung ini, bahkan kami di dorong sampai kami berada di teras rumah Pak Jamal.
Di atas teras itu tubuhku didorong oleh Antonius dan Amir sampai punggungku membentur tembok, beberapa orang memegang kedua tanganku. Sedangkan Abiku dan pak Buyung di bawa masuk ke ruang tamu. Aku mendengar mereka saling adu mulut dengan suara keras. Aku mencoba melepaskan diri tapi sia-sia. Aku hanya bisa berdiri tak berdaya melihat kedua pencuri itu di hajar habis-habisan.
Pak Karno, orang yang menderita kerugian besar beberapa hari yang lalu karena perampokan, ingin meluapkan kebencian dan amarahnya kepada kedua pencuri itu, seolah-olah merekalah yang merampok warnet dan membunuh seorang anaknya beberapa hari yang lalu. Pak Karno mengambil batu bata di sekitar pekarangan itu lalu kembali dan memukulkannya di kepala Julius beberapa kali sampai batu bata itu pecah. Beberapa orang bergantian mumukuli kedua pencuri itu dangan pentungan kayu dan bambu.
Dua orang pemuda menarik tubuh julius ke jalan aspal kemudian kedua lengannya di injak oleh pemuda tadi dan jari-jari kedua tangan Julius di tumbuk dengan ujung tongkat kayu sebesar lengan secara bergantian, aku mendengar teriakan keras seiring dengan remuknya kedua telapak tangan Julius. 
Andi yang masih berada di bawah pohon rambutan di telanjangi sehingga hanya memakai celana dalam saja. Aku tak bisa berbuat apa-apa saat melihat Andi di hajar habis-habisan dan menangis kesakitan, kaki Andi di pukul dengan kayu berulang kali sampai darah membasahi kakinya, tanpa kuduga Pak Karno menghujamkan batu sebesar kepala orang dewasa ke kaki Andi.
“druakkkkkkkkkkkkkkk” suara batu itu keras sekali aku dengar.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……………!!!!!!!!!” teriak Andi histeris seperti merasakan sakit yang sangat pedih sekali, aku menduga tulang kakinya telah patah.
“Amir lepaskan aku !!!” penuh emosi aku membentak Amir yang dari tadi bersama Antonius mendorong tubuhku di dinding teras ini.
“Kamu ini bodoh, pencuri di belas kasihani. Beruntung nyawamu selamat, coba kalau tadi kamu sekeluarga di bunuh !!!” jawab amir dengan suara keras
Aku mengingat kembali kejadian tadi di rumah, aku yakin pencuri itu tidak memiliki keinginan membunuhku. Dan aku pun memukulnya tak lebih dari lima kali hanya sekedar melumpuhkannya. Tiba – tiba aku mendengar suara keras dari ruang tamu.
“ Pokoknya setiap pencuri yang masuk ke kampung ini harus kita bakar !!! teriak salah seorang warga di iringi suara setuju beberapa orang lain.
“ Asstaghfirullah… anda biadab!!! dimana Keadilan Yang Beradab yang selama ini engkau agung-agungkan ???” Tidaklah pantas bagi manusia untuk menghukum sesamanya dengan adzab Allah (api).” Kata Abiku sambil menyampaikan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad.
“ Saya harap anda diam, di sini anda hanya pendatang. Maling seperti mereka gak pantas hidup, mending mereka dibakar sampai mati!!!!” Seseorang berkata keras kepada Abiku.
Sementara aku di teras bersitegang dengan Amir, Antonius, dan beberapa pemuda yang lain. Tatapan mereka seperti belati yang hedak menghujam ke dadaku yang terus melawan.
“Kamu sungguh biadab, Islam tidak pernah mengajarkan bahwa seorang pencuri yang menyerah harus di bunuh, dan jika kamu membiarkan mereka membunuh kedua pencuri itu berarti kau tak jauh beda dengan mereka, kau biadab Mir! ” jawabku kepada Amir. Aku lihat amir tidak mempedulikan ucapanku. Begitu juga dengan Antonius.
Seseorang keluar dari ruang tamu sambil membawa tali sebesar ibu jari orang dewasa. Aku kenal orang itu namanya Pak Nyoman. Dia berjalan menuju ke arah Andi dan mengikatkan tali di atas mata kaki Andi. Lalu menariknya sampai keluar pekarangan dan menghampiri Julius untuk melepasi bajunya dan mengikatkan ujung tali satunya di atas kedua mata kaki.
Seseorang menyalakan motor RX-King, dan pak Nyoman mengikatkan batas tengah tali itu pada besi di belakang jok motor. Kemudian membonceng di belakang. Mereka beramai-ramai mengarak dua tubuh lemah itu menyapu kasarnya aspal. Sungguh kebiadaban mereka melebihi kebidaban seekor Iblis.
Tak berapa lama mereka kembali dan berhenti di depan pekarangan rumah ini. Aku lihat Pak nyoman membawa gallon yang setengahnya berisi cairan, aku duga itu bensin. Amir dan Antonius mulai melepaskanku dan segera berjalan kearah kedua pencuri tadi, aku mengikuti di belakangnya. Aku melihat Andi dan Julius diam tak sadarkan diri dengan kondisi tubuh yang mengenaskan, tulang dada dan tulang punggungnya terlihat putih karena kulit dan dagingnya terkelupas menyapu aspal.Seorang pemuda meraih gallon itu dan menyiramkan bensinnya ke dua tubuh pencuri itu.
“Sesungguhnya tidak ada yang berhak untuk mengadzab dengan api kecuali (Allah) Yang telah menciptakan api tersebut !!!” Teriakku mengutip sebuah sabda Rosul yang diriwayat oleh Muslim kepada sekumpulan manusia biadab ini.
“ diam kamu !!!” bentak Antonius sambil memukul rahang kiriku tanpa ku duga sama sekali.
Aku tersungkur, keseimbangan tubuhku hilang mendapat pukulan keras yang datang begitu tiba-tiba. Aku hanya bisa meneteskan air mata duduk tak berdaya ketika seorang pemuda mematik korek api kemudian membakar tubuh pencuri malang itu. Tak berapa lama aku mulai mencium bau bensin dan aroma daging terbakar, memandangi unggunan api yang besar berbahan bakar manusia asapnya membumbung ke angkasa. Di kelilingi manusia-manusia dengan senyuman setan.
“Asstaghfirullohal’adzim………………” istighfarku lirih.
Hanya itu yang bisa aku ucapkan berkali-kali sampai akhirnya Abiku yang memanggul TV flat di pundaknya membantuku berdiri, kemudian kami beranjak pulang.
Saat melewati unggunan api itu aku pandangi dua tubuh manusia hangus terbakar disinari lampu jalanan kuning temaram. Geram hatiku belum juga surut mengingati cerita di sepertiga akhir malam ini.  Mengingati wajah  biadab manusia-manusia ini, wajah-wajah tanpa penyesalan. Setan apa yang telah merasuki jiwanya sehingga sampai hati berbuat demikian ?. Entah kebenaran seperti apa yang mereka pegang sehingga suatu kebiadaban yang dilakukannya, mereka pandang sebagai sesuatu yang beradab. Ataukah selama ini kita bohong bahwa kita sesungguhnya bangsa yang biadab tapi hanya berpura-pura beradab?
” Biarkan aku yang membawa TV-nya Bi” ucapku kepada Abi setelah pening kepalaku berangsur hilang, dan aku memanggulnya
Tak pernah aku duga barang seperti ini lebih berharga dari pada dua nyawa manusia, nyawa yang tak bisa di beli. Ya Allah salahkah aku dengan harta yang kami miliki sehingga menumbuhkan rasa iri ?  padahal Abiku adalah orang yang ringan bersodaqoh kepada orang yang membutuhkan, tak pernah lupa membayar zakat mal dari usaha dagangnya apalagi dengan zakat fitrah-nya disetiap bulan Ramadhan. Abiku pun begitu teguh menjauhi riba. Andai saja pencuri itu datang baik-baik sekedar meminta bantuan dana pun aku yakin Abiku akan membantunya dengan senang hati. Ya Allah limpahkanlah rezeki-mu dengan keberkahan, jauhkanlah dari keharaman yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja.
Aku pulang melewati jalan yang di gunakan untuk mengarak dua orang maling tadi. Kulihat darah segar masih berceceran di atas aspal, ngeri  juga membayangkan bagaimana pedihnya siksaan itu jika aku sendiri yang mengalaminya.
“ Abi, apakah selama ini kita bohong bahwa kita sesungguhnya bangsa yang biadab tapi hanya berpura-pura beradab?” Tanyaku kepada Abi.
Abiku masih terdiam tidak langsung menjawab pertanyaanku
” Anehnya lagi, bangsa yang sok beradab ini memandang hukum islam sebagai hukum yang biadab?” aku melanjutkan pertanyaanku yang belum terjawab.
“ Kejahatan yang sudah meluas ini tidak bisa hanya disandarkan kepada hukuman yang keras. Tapi juga faktor-faktor lain yang bisa menjadi pemicu, seperti faktor kesejahteraan masyarakat, kesenjangan sosial, tingginya tingkat pengangguran. Coba kita ambil contoh, dalam kasus hukuman potong tangan bagi pencuri, Rasulullah saw pernah tidak menjatuhkan hukuman tersebut kepada pencuri. Penyebabnya, karena kondisi masyarakat pada waktu itu dalam keadaan paceklik, hingga pelaku terpaksa melakukan pencurian untuk menyambung nyawa. Hal ini kemudian menjadi ketetapan hukum dalam Islam, bahwa pelaku pencurian tidak dikenakan sanksi apabila dia mencuri karena lapar atau terpaksa untuk sekedar mempertahankan hidupnya. Jumlah barang yang dicuri pun tidak lebih dari seperempat dinar. Khalifah Umar bin Khaththab r.a pun mengikuti tindakan yang dilakukan Rasul SAW  ini” kata Abiku memberikan penjelasan.
“ Jadi ada keterkaitan antara kewajiban penerapan sanksi hukum yang tegas dengan kewajiban negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Sehingga tidak ada alasan bagi rakyat untuk mencuri dengan alasan untuk mempertahankan hidup “ aku mengambil kesimpulan dari sedikit penjelasan Abi.
“ Ya, namun hal ini bukan berarti menghapus hukuman yang keras tersebut. Hukuman tersebut tetap berlaku, namun qadhi (hakim) harus mempertimbangkan alasan terpidana melakukan tindakan kejahatan “ kata Abi mengakhiri penjelasannya
Sebagian besar masyarakat negeri ini masih menganggap bahwa hukum islam itu kejam, Maling potong tanganya. tidak semudah itu lembaga peradilan islam atau qadhi mengambil keputusan memotong tangan orang. Tapi ada keterkaitan dengan kewajiban negara menjaga kebutuhan pokoknya, bagi masyarakat.  Jadi kalau ada orang miskin lapar sementara tetangga dan warga tidak memiliki kepedulian, kemudian dia mencuri, maka dia  tidak bisa di potong tangan begitu saja, apa lagi disiksa dengan sadis lalu di bakar.
Seiring kumandang subuh aku memandangi rembulan masih setia merangkak di kaki busur langit. Kokok ayam jantan bersahutan mencoba membangunkan manusia yang masih lelap menikmati kisah manis dunia mimpi. Sementara langkah kami sudah sampai di pekarangan rumah. Kami percepat langkah ini untuk mempersiapkan diri sholat subuh di masjid. Abi mendahuluiku.
Ketika Abi sudah ada di teras rumah tanpa kusengaja mataku tertuju pada sebuah dompet hitam yang tergletak samar. Aku letakkan TV flatku kemudian aku ambil dompet hitam itu. Setelah aku buka ada sebuah photo yang sudah kabur, selembar uang Rp. 10.000,-, sebuah KTP dengan nama pemilik Andi Sudrajad dan sebuah kertas lipatan putih.
Kemudian aku buka lipatan itu perlahan..., aku baca ada dua baris tertulis nama seseorang. Dimas Mahardika dan Putri Mahardika. aku lipat kembali kemudian aku masukkan semua ke dalam dompet, besok secepatnya aku bawa dompet ini ke rumah pak RT, agar diproses ke kantor polisi. Aku yakin warga sini tidak ada yang melapor ke kantor polisi. Aku cari tahu juga dimana dua jenazah itu akan dikuburkan...


Muhammad Khafadho
Ujung Andalas, 15 Oktober 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar